Respon Pidato Megawati Soal Pengajian, Waketum MUI: Perlu untuk Tabayyun

Respon Pidato Megawati Soal Pengajian, Waketum MUI: Perlu untuk Tabayyun

Jakarta - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati tentang ibu-ibu pengajian telah mengundang reaksi beragam. Namun demikian, masyarakat diimbau untuk tidak terburu-buru menafsirkan pernyataan tersebut dan melaksanakan tabayyun atau verifikasi.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Marsudi Syuhud mengungkapkan agar masyarakat Indonesia berhati-hati terkait pernyataan yang dapat memicu perpecahan. 

“Saat ini banyak muncul kalimat-kalimat yang sedikit malah jadi pemicu atau daya ungkit yang memecah belah. Akhirnya timbul permusuhan. Apalagi jika kedepan ada statement yang tidak nyatanya begitu, oleh sebab itu masyarakat Indonesia harus waspada dan melihat latar belakangnya,” ujar Kyai Marsudi dalam sebuah diskusi di stasiun televisi Jumat (24/2) 

Waketum MUI melanjutkan bahwa maksud pernyataan tersebut dapat ditafsirkan beragam, sehingga bisa benar dan salah. Oleh sebab itu, dirinya mengajak kepada masyarakat untuk melakukan verifikasi dan tabayyun untuk mencegah kesalahan penafsiran.

“Bagi orang yang menanggapi adalah sesuatu yang kira-kira, tafsiran mereka sendiri. Tafsiran itu ada benar dan salah. Agar tidak salahnya menjadi-jadi maka ada ada konteks namanya tabayyun,” kata tutur Kyai Marsudi.

Bukan hanya itu, dia meluruskan bahwa sebenarnya pidato tersebut berisi ajakan kepada majelis taklim untuk tidak saja fokus pada urusan akhirat, melainkan juga pada urusan dunia, khususnya stunting.

“Menurut saya kalimat itu kalimat yang disampaikan adalah kalau bisa majelis taklim tidak saja urusan akhirat saja tapi juga urusan dunia seperti stunting ini disampaikan,” imbuhnya.

Menurut Kyai Marsudi, konsep keseimbangan dunia dan akhirat, termasuk mengurusi stunting merupakan perintah agama. 

“Maka jika kita mencari akhirat jangan lupakan dunia karena sesungguhnya dunia adalah lahan untuk akhirat,” tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Dr. Aditya Perdana menerangkan bahwa di era kemajuan teknologi setiap pernyataan dapat dipotong-potong demi tujuan tertentu. 

“Dalam era digital tidak mudah, sepanjang apapun pernyataannya akan dipotong-potong sesuai kepentingan kelompoknya yang kemudian akan diviralkan. Hal ini tentu punya tujuan karena ini akan menyebar,” terang Aditya.

Dia mengingatkan kepada semua pihak agar lebih berhati-hati karena pernyataan sekecil apapun pasti dapat dipolitisasi, termasuk untuk mengadu domba. Terlebih saat ini telah memasuki tahun politik jelang Pemilu 2024.

“Semua pihak mungkin akan menghalalkan segala cara untuk memenangkan pertarungan selama Pemilu,” jelas Aditya.

Tak lupa dia pun meminta kepada masyarakat agar selalu mengecek kebenaran informasi dan menguatkan literasi digital agar terhindar dari hoaks yang dibumbui isu SARA.

“Ada berita hoax sehingga perlu keyakinan agar selalu berhati-hati dan menguatkan literasi digital, termasuk saring sebelum sharing,” pungkasnya.*(Na

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama