SPSI Gelar Aksi Unjuk Rasa di Gedung DPR, Ada Apa?

SPSI Lakukan Aksi Demonstrasi Damai
FSP RTMM SPSI saat unjuk rasa damai di depan gedung DPR, Rabu (14/06/2023). (Foto: Suara Realitas)

JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) melakukan aksi unjuk rasa damai di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 14 Juni 2023. 

Aksi ini dilakukan sebagai rangkaian upaya menyampaikan aspirasi terkait pasal-pasal tembakau yang terdapat dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menyusul diabaikannya permintaan audiensi FSP RTMM-SPSI oleh DPR RI dan Pemerintah.

Pernyataan Resmi Organisasi FSP RTMM-SPSI

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menyampaikan, Aksi unjuk rasa damai ini merupakan bentuk penyampaian aspirasi 226.549 orang pekerja anggota federasi yang tersebar di 15 Provinsi, 56 Kabupaten/Kota, dan Pimpinan Unit Kerja di 458 Perusahaan se-Indonesia.

Adapun, pendapat yang ingin disampaikan adalah protes terhadap pengelompokan tembakau bersama narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol, serta aturan lainnya terkait tembakau yang ada pada pasal 154 – 158 di RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas oleh DPR. Berbagai aturan tersebut dinilai dapat menganggu keberlangsungan mata pencaharian FSP RTMM-SPSI yang mengandalkan industri hasil tembakau. 

“Apabila pasal tersebut jadi diundangkan, kami khawatir akan kelangsungan dan nasib mata pencaharian anggota kami, yang mayoritas bekerja pada industri rokok sebanyak 143.702 orang, akan terancam,” ujar Sudarto di sela aksi tersebut.

Hal tersebut menyakiti perasaan anggota FSP RTMM-SPSI sebagai tenaga kerja legal yang terus berjuang untuk mencari nafkah bagi keluarga. Selain itu, FSP RTMM-SPSI juga telah mendapatkan dukungan sebanyak lebih dari 60.900 orang lewat penandatangan petisi online.

Sudarto melanjutkan, RUU Kesehatan ini juga dinilai berpotensi memberikan kewenangan lebih besar bagi Kementerian Kesehatan untuk mengatur industri hasil tembakau melalui pemaksaan standarisasi produk kemasan tembakau yang aturannya tertera pada Pasal 156 di RUU Kesehatan, tanpa memahami karakteristik industri dan tanpa mempedulikan kenyataan bahwa industri ini adalah sektor padat karya yang telah menyediakan jutaan lapangan pekerjaan.

“Aksi yang kami lakukan ini bukan secara tiba-tiba. Sebelumnya, kami sudah melayangkan surat permohonan audiensi kepada DPR RI dan Presiden RI untuk menyampaikan aspirasi kami, tetapi sampai saat ini belum ada respon. Melalui aksi ini, kami juga menyerahkan puluhan tumpeng tembakau kepada para wakil rakyat sebagai simbolisasi bahwa tembakau adalah sumber mata pencaharian mayoritas anggota kami,” ujarnya.

Komitmen tidak memilih wakil rakyat yang menyengsarakan rakyat 

Dalam aksi ini, Sudarto juga menegaskan bahwa seluruh anggota FSP RTMM-SPSI di Indonesia telah sepakat untuk tegak lurus hanya akan mempercayai dan memilih wakil rakyat yang peduli dan berani membela kepentingan tenaga kerja dengan menolak seluruh pengaturan tembakau pada RUU Kesehatan. 

Ujaran ini konsisten disuarakan sejak HUT yang ke-30 FSP RTMM-SPSI yang diselenggarakan di Kudus dan dihadiri oleh lebih dari 11 ribu pekerja rokok pada tanggal 28 Mei lalu.

Metode Omnibus minim partisipatif

Metode Omnibus dalam penyusunan RUU Kesehatan telah dipergunakan tanpa melibatkan peran aktif seluruh sektor yang terdampak pengaturan, hal ini mengulang pola pengaturan dengan metode Omnibus baik dalam bentuk PerPu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang sampai saat ini masih ditolak oleh FSP RTMM-SPSI dengan cara melakukan Yudisial Review di Mahkamah Konstitusi, maupun UU 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. 

Mengingat kerangka dari RUU tentang Kesehatan dibuat dengan pola Omnibus Law, mengabaikan partisipasi publik serta tidak bersifat partisipatif dan menyalahi prosedur pembentukan perundang-undangan maka RUU tersebut berpotensi akan terjadi disharmoni dan konfliktual dengan aturan lain. 

FSP RTMM-SPSI memiliki total anggota sebanyak 226.549 pekerja yang dimana 65 ℅ atau sekitar 148.509 bekerja pada sektor Industri Hasil Tembakau (IHT), tentunya memiliki kepentingan dari perubahan regulasi pertembakauan di Indonesia. Sudah selayaknya pekerja/perwakilan pekerja disektor IHT dilibatkan dalam pembentukan RUU ini.*(Na)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama