Jakarta, (29/8) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta Pemerintah Daerah, termasuk Pemda Papua, mendukung pengendalian dan pengawasan BBM bersubsidi di daerahnya. Subsidi BBM menggunakan uang negara, sehingga pemanfaatannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Demikian dikemukakan Anggota Komite BPH Migas Yapit Sapta Putra ketika menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) “Hilirisasi terkait Minyak dan Gas Bumi Bersinergi Dengan Kebijakan Nasional dan Daerah Dalam Rangka Penyusunan Naskah Akademik dan Raperdasi tentang Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Papua”, Senin (28/8/2023). Hadir dalam FGD ini Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, perwakilan SKK Migas, Dinas ESDM Papua, dan pihak terkait lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, konsumen pengguna BBM bersubsidi adalah rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, serta transportasi. Untuk transportasi, konsumen penggunanya adalah kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum di jalan untuk angkutan orang atau barang, kendaraan untuk pelayanan umum seperti ambulans, mobil jenazah dan pemadam kebakaran. Selain itu, transportasi air yang menggunakan motor tempel dan diusahakan oleh WNI, dan sarana transportasi laut yang berbendera Indonesia.
Dalam rangka pengawasan penyaluran BBM bersubsidi ini, BPH Migas secara rutin melakukan pengawasan lapangan secara rutin, pemanfaatan teknologi informasi seperti digitalisasi nozzle dan sistem aplikasi pelaporan, pengawasan pendistribusian BBM (SILVIA).
“Dengan keterbatasan personil tidak mengurangi usaha BPH Migas dalam melakukan pengawasan BBM, salah satunya penggunaan sistem IT yakni digitalisasi Nozzle, serta pengisian via QR Code berhasil menekan jumlah antrian pengusian BBM di Kota Jayapura" papar Yapit.
Hal lain adalah kerja sama dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri agar Pemerintah Provinsi bisa bekerjasama dengan BPH Migas dari proses perencanaan kuota BBM sampai dengan pengawasan distribusi BBM.
Terkait pengawasan bersama ini, BPH Migas telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang Pengendalian dan Pengawasan dalam Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP) pada Konsumen Pengguna di Provinsi Kepulauan Riau, tanggal 22 Desember 2022.
Dalam kesempatan yang sama, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Padjaitan dalam FGD ini menyampaikan bahwa seiring komitmen dunia mencapai Net Zero Emission (NZE), peran energi primer yang tadinya didominasi 80% oleh bahan bakar fosil, akan turun secara bertahap 20-55% tahun 2050. Sebaliknya, energi terbarukan seperti solar, angin, geothermal, dan air akan meningkat 10% ke 35-65% tahun 2050. Sehingga, akan menekan harga bahan bakar fosil ke depan.
Perlambatan ekonomi dunia dan konsistensi suplai global migas, termasuk dari Rusia, menyebabkan harga migas dunia turun, yang akan berpengaruh ke Global Revining Margin (GRM) dari kilang. Sehingga, investasi di kilang perlu diperhatikan betul agar tetap menguntungkan. Namun demikian, Luhut menegaskan, upgrade kilang akan membuat Indonesia lebih kompetitif di Asia Pasifik.
Salah satu cara meningkatkan keuntungan di kilang adalah dengan terintegrasinya kilang dan petrokimia. Margin akan meningkat seiring dengan berkurangnya residu kilang dan diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. “Pengembangan petrokimia akan mendorong pertumbuhan industri migas di Indonesia. Input petrokimia dipasok dari kilang eksisting secara terintegrasi,” tambah Menko Luhut.
Menko Luhut juga mendorong agar potensi gas Papua yang besar di Teluk Bintuni dapat dihilirisasi menjadi ammonia, methanol, yang saat ini masih banyak diimpor. Selain itu, pengembangan Kilang Kasim yang telah berusia 26 tahun. “Nantinya kalau ada kebutuhan minyak di Papua, tidak perlu menunggu dari Jawa kalau ada cuaca yang tidak baik karena ada kilang minyak di Papua,” kata Luhut.
Posting Komentar