Dukung Tercapainya Target Global Ending AIDS 2030, Jaringan Indonesia Positif Lakukan Media Briefing di Tanah Abang Jakpus

Dukung Tercapainya Target Global Ending Aids 2030, Jaringan Indonesia Positif Lakukan Media Briefing di Tanah Abang Jakpus
Dukung tercapainya target global Ending Aids 2030, JIP gelar pertemuan media briefing di Hotel Ibis Styles Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Foto: Suara Realitas/Za)

JAKARTA - Sebagai upaya deteksi dini HIV-AIDS di DKI Jakarta dan mendukung tercapainya target global Ending AIDS tahun 2030, Jaringan Indonesia Positif (JIP) lakukan pertemuan media briefing di 13 kabupaten/kota Advocate4Health, dengan bertemakan 'Akselerasi Percepatan Viral Load dalam Penanggulangan HIV 95-95-95'.

Adapun kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan penyebaran informasi di masyarakat dan komunitas yang beresiko tinggi terhadap HIV dan sebagai strategi serta upaya advokasi kebijakan pada pemerintah terkait penangulangan HIV di Indonesia. 

Bahkan kegiatan ini juga melibatkan media-media local yang aktif dan berkontribusi pada isu Kesehatan dan Sosial di masyarakat.

I Made Adi Mantara SH, selaku Legal Expert dalam penyampaiannya mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk komitmen bersama di Jaringan Indonesia Positif untuk melakukan kampanye terkait kegiatan-kegiatan dan akselerasi viral load dari Kementerian Kesehatan yang pihaknya ingin capai maupun sampaikan kepada masyarakat luas.

"Ini bagian dari bentuk komitmen bersama kami di Jaringan Indonesia Positif untuk melakukan kampanye terkait dengan kegiatan-kegiatan Kementerian Kesehatan yang kami rasa ingin mencapaikan kepada masyarakat luas, karena kebetulan kan akselerasi viral load ini menjadi upaya cukup baik dari Kementerian Kesehatan itu yang kita ingin sampaikan juga kepada masyarakat," ujar Adi kepada wartawan di Hotel Ibis Styles Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (29/08/2023) sore.

Seperti yang dilakukan hari ini, menurut Adi, pihaknya mensosialisasikan kepada rekan-rekan media supaya bisa disampaikan kepada masyarakat luas dan disisi itu juga kebetulan pihaknya dengan komunitas bersama CSO yang lain untuk mendorong teman-teman di lapangan agar mengakses testing ini, sehingga harapan atau upaya penanggulangan HIV-AIDS bisa tercapai pada 2030 mendatang.

Ditanya wartawan soal viral load yang tidak terdeteksi masih bisa menular, dan berapa jumlah viral load normal? dari sisi penelitian, dia katakan bahwa pada prinsipnya memang virus yang rendah itu mampu menjadi pencegahan, namun berapa jumlahnya ini masih menjadi perbedaan. 

I Made Adi Mantara SH, selaku Legal Expert (kanan) dan Timotius Hadi Advocacy Specialist (kiri). (Foto: Suara Realitas/Za)


"Kenapa ini berbeda, berbedanya bukan pada sisi kebijakannya tetapi teknologinya. Jadi kebetulankan kalau WHO itu sudah menggunakan mesin yang dibawah 40 kopi per-mili (ml). Nah, sedangkan kalau di Indonesia itu kita masih menggunakan mesin yang hasilnya sekitar dibawah 60 atau 80 kopi, cuma kalau standar yang dikeluarkan berdasarkan penelitian kemarin itu bahwa viral load seseorang yang punya hidup dengan reglisse ketika dibawah 1000 kopi saja itu sudah mampu menekan penularan. Sekarang ini sangat tergantung dari sensitivitasnya," ungkapnya.

Kendati demikian, terkait tingkat kesulitan dalam mengakselerasi, Timotius Hadi Advocacy Specialist menerangkan beberapa kendala, pertama itu adalah jarak, bahwa banyak beberapa pasien yang domisili tinggalnya jauh dari tempat berobat dan keterbatasan ekonomi dalam pemulihan pasca Covid-19 di studi pihaknya tahun lalu.

"Jadi kesulitan itu adalah jarak, bahwa masih banyaknya beberapa pasien yang memang itu domisili tinggalnya antara dari rumah ke tempat berobat dalam hal ini untuk mengakses VL masih jauh, dan kita tau kita masih dalam posisi pemulihan terkait dengan pasca Covid. Mungkin Covid sudah tidak ada pembatasan, PSBB dan lain-lain, tapi ekonomi itu masih belum sepenuhnya pulih, dan itu terakhir dari studi kami ditahun lalu terkait dengan respon Covid memang bukan beberapa orang mayoritas hampir 50% orang dengan HIV itu terdampak terkait dengan masalah ekonomi, dimana pada Covid itu mereka memang tidak bekerja," terang Hadi.

Mungkin dalam hal ini, lanjut Hadi, mereka jadi sulit, kalau memang harus menempuh jarak yang cukup jauh. Lalu yang kedua terkait dengan masalah ketersediaan logistik dari Reagen. 

"Di awal-awal, kami mendapat info bahwa ketersediaan Reagen atau Komunitas Reagen ini cukup terbatas gitu, tapi ketika ada surat edaran ini mulai diperluas lagi sasarannya Reagen dan itu banyak di berikan dari Kementerian Kesehatan kepada layanan-layanan yang memang menjadi tempat untuk orang dengan HIV bisa mengakses VL," lanjutnya.

Namun kata dia, sekali lagi menjadi kendala juga dalam proses perhitungan, jadi mungkin saja jumlah pasien di satu tempat misalnya RSU atau RSUD dia punya pasien 1500, ketika Reagen dialokasikan ke tempat ini yang notabennya Reagen tersebut tidak habis.

"Di tempat lain, yang pasiennya sedikit misal 200, nah dia kekurangan Reagen gitu ini yang menjadi konsen kami untuk Pemerintah atau Kementerian Kesehatan dan juga Dinas Kesehatan bisa mengatasi masalah terkait dengan ketersediaan akses Reagen," katanya.

Sesi foto bersama para komunitas dengan insan media. (Dok. Suara Realitas/Za)


Dia pun berharap tentunya apa yang menjadi target atau cita-cita Ending Aids 2030 segera tercapai guna bisa membantu percepatan dalam keberhasilan orang dengan HIV. 

"Sebagaimana kita tau mungkin saat ini untuk yang mengakses VL seluruh Indonesia kalau saya tidak salah baru sekitar 40 atau 30 sekian persen dan bisa menjadi naik ke angka 60-70% untuk bisa membantu percepatan gitu, karena memang ini menjadi indikator yang penting dari keberhasilan pengobatan orang dengan HIV dan juga ketika si-pasien ini pengobatannya baik dan tentunya yang kita harapkan dia bisa tadi ya tidak menulari kepada pasangan maupun anaknya," tukasnya.

Sebagai informasi, sebanyak 429.251 orang di Indonesia terinfeksi HIV per Desember 2022, kasus tersebut sebanyak 81% dari data estimasi orang dengan HIV yakni 526.841 orang¹. 

Pemerintah berkomitmen pada 2030 akan menemukan sebanyak 95% dari estimasi, maka diperlukan berbagai upaya mengakselerasi peningkatan temuan kasus HIV di Indonesia ditengah Stigma dan diskriminasi yang masih menjadi tantangan terbesar dalam penanggulangan HIV di Indonesia. 

Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No. 23 tahun 2022 tentang Penanggulangan HIV dan IMS, menetapkan beberapa strategi pendekatan baik dari sisi pencegahan, pengobatan dan dukungan yang lebih komperehensif untuk mendukung tercapainya 95-95-95, meliputi: 95 pertama yaitu 95 target dari estimasi mengetahui status HIV, 95 kedua orang yang mengetahui status HIV mendapatkan perawatan dan 95 ketiga orang dengan HIV yang menjalani pengobatan mampu menekan jumlah virus sampai tidak terdeteksi. 

Berdasarkan data Kemenkes saat ini Pemerintah baru mencapai 81% pada 95 pertama, 42% pada 95 kedua dan 19 pada 95 ketiga². Secara khusus terkait pencapaian 95 ketiga, Kemenkes RI menerbitkan Surat Edaran Dirjen P2P No; PM.02.02/C/2980/2023 tentang Percepatan Pemeriksaan Viralload HIV Tahun 2023, yang menyatakan bahwa Penentuan target capaian tes VL sebanyak 70% pada 2023, Penambahan layanan tes VL di beberapa puskesmas dan kemudahaan tes VL sesuai dengan ketentuan. 

Selama ini Pemerintah memang telah menyediakan tes VL sejak beberapa tahun lalu, namun di beberapa layanan Kesehatan, kuota tes VL masih terbatas dan biaya tes VL HIV juga masih cukup mahal serta belum masuk dalam dukungan BPJS.*(Za)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama