Aksi Jemput Bola KKP Geliatkan Iklim Usaha Sektor Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan


JAKARTA, (11/9) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali melakukan aksi jemput bola perizinan berusaha yang tujuannya mendorong geliat iklim usaha sektor kelautan dan perikanan berkelanjutan di Indonesia. 

Bersinergi dengan pemerintah daerah dan asosiasi, KKP membuka gerai konsultasi perizinan berusaha, khususnya budi daya tambak udang di Makassar, Sulawesi Selatan pada 7-8 September lalu.

“Kami semua ingin pembudidaya sejahtera dan berkelanjutan melalui prinsip ekonomi biru, tentunya ekologi sebagai panglimanya," jelas Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu dalam siaran resmi KKP di Jakarta. 

Gerai konsultasi perizinan sebagai implementasi upaya KKP mempercepat pelayanan dan penerbitan perizinan berusaha di sektor kelautan dan perikanan. Sebelum ini, KKP menggelar di Banten dan mendapat respon positif dari pelaku usaha di wilayah tersebut.

Tebe menambahkan, program gerai konsultasi perizinan mempermudah pembudidaya memperoleh kejelasan informasi terkait penyederhanaan perizinan berusaha sesuai Undang – Undang Cipta Kerja. Salah satunya mengenai perizinan berusaha budi daya udang di tambak  melalui sistem Online Single Submission Risk Based Analysis (OSS RBA). 

“KKP akan selalu bersinergi dengan pemerintah daerah dan asosiasi sesuai semangat dan amanat UU Cipta Kerja, menyamakan pemahaman dan menyatukan persepsi tentang peraturan perizinan berusaha tambak udang. Kami akan terus kawal pelaku usaha yang menghadapi kendala dalam proses perizinan," ujar Dirjen Tebe.

Pemilihan Sulawesi pun bukan tanpa alasan. Sebab wilayah tersebut berpotensi menjadi pusat industri udang di Indonesia. Merujuk Satu Data KKP tahun 2021, volume produksi perikanan budidaya Pulau Sulawesi menjadi yang tertinggi nasional mencapai 5,8 juta ton. Dari jumlah tersebut, Sulawesi Selatan berkontribusi paling besar sebanyak 70,37 persen.

Tebe berharap sub sektor perikanan budi daya, khususnya budi daya udang, mampu menjadi tumpuan perekonomian nasional. Tumbuhnya iklim usaha atau investasi budi daya udang dapat mendorong penyerapan tenaga kerja lokal, menggairahkan ekonomi sekitar, serta meningkatkan pendapatan negara.

“Kami terus ingatkan kepada para pelaku usaha, proses perizinan dijamin tidak akan memakan waktu lama apabila semua syarat terpenuhi. Proses pengurusan lama karena persyaratan dan dokumen pendukung lainnya tidak lengkap. Kami juga mengimbau tidak menggunakan jasa calo dalam pengurusan perizinan, karena menggunakan jasa yang tidak jelas, biaya yang harus dikeluarkan akan lebih mahal,” imbau Tebe.

Dirjen Tebe juga terus mendorong para pelaku usaha memiliki sertifikat dan menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Saat ini kesadaran masyarakat dunia terhadap persyaratan mutu dan keamanan pangan, termasuk hasil perikanan budi daya yang semakin tinggi. 

CBIB memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, benih, pakan, obat ikan dan bahan kimia serta bahan biologis dari mulai proses pembenihan, pembesaran dan pembuatan pakan ikan. 

“Sertifikasi penerapan CBIB agar produk budi daya kita berprinsip ekonomi biru dan berasas ketertelusuran (traceability). Hal tersebut supaya produk budi dayanya memenuhi standar internasional dan diterima oleh negara negara importir,” tegas Dirjen Tebe.

CBIB merupakan Perizinan Berusaha Untuk Mendukung Kegiatan Usaha (PB-UMKU) yang wajib dimiliki setelah pelaku usaha memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Persyaratan dasar perizinan terdiri dari Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan Persetujuan Lingkungan.

Gerai konsultasi perizinan berusaha untuk usaha budi daya tambak udang di Makassar, Sulawesi Selatan disambut baik oleh Asosiasi Shrimp Club Indonesia (SCI) di Sulawesi. Muhammad Saenong mewakili asosiasi menyampaikan hampir 90 persen anggota SCI di Sulawesi hadir di gerai konsultasi perizinan berusaha tersebut. 

“Teman teman para petambak udang merasa sangat terbantu karena selama ini masih bingung menerjemahkan terkait persyaratan perizinan. Setelah mendapatkan penjelasan kemarin, mereka masuk ruangan gerai dengan wajah bingung, keluar ruangan dengan wajah penuh pencerahan dan sangat terbantu dengan gerai tersebut,” ungkap Saenong.

Saenong menambahkan, program gerai konsultasi perizinan membuat masyarakat petambak bisa semakin dekat dengan pemerintah. Pembudidaya mendapatkan bimbingan yang bisa meningkatkan target produksi dan keberlanjutan usahanya, dengan tetap menerapkan prinsip ramah lingkungan. 

“Dengan menerapkan sertifikasi CBIB, artinya kalau usaha tambak kita hanya memiliki satu saluran saja, sama saja kita bunuh diri. Istilah kami di kalangan petambak, air yang masuk ke usaha tambak kita adalah air surga, sehingga air yang keluar harus air surga juga. Karena kalau air neraka itu artinya kita bunuh diri,” jelas Saenong.

Saenong menegaskan udang merupakan komoditas yang disukai masyarakat global, dan usaha budidaya tambak udang masih sangat menjanjikan dan memiliki prospek yang cerah di masa depan. Dia juga yakin usaha di bidang ini akan terus bermunculan.

Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan petambak muda di Sulawesi, Robby Arnold. Gerai konsultasi perizinan berusaha yang diselenggarakan oleh KKP, diakuinya membuat masyarakat petambak menjadi lebih dekat lagi dengan pemerintah. 

“Masyarakat petambak di Sulawesi menjadi lebih paham dan ternyata perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) tidak susah, serta perhitungan biaya dan waktu juga menjadi jelas,” papar Robby.

Menurutnya, dengan adanya gerai konsultasi perizinan, jumlah pembudidaya yang patuh aturan akan semakin tinggi. Regulasi penting dilaksanakan agar kegiatan budidaya berkelanjutan dan produk yang dihasilkan memenuhi standar internasional.

“Budidaya udang itu suatu seni yang harus kita tekuni, suatu seni yang harus kita perhatikan. Dan tentunya akan membuahkan hasil, Indonesia suatu hari nanti pasti bisa menjadi lumbung udang dunia,” tandas Robby.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama