Jakarta, (9/9) – Pemerintah terus berupaya mengoptimalkan subsektor perkebunan beserta turunannya, karena terbukti komoditas perkebunan berdampak positif terhadap perekonomian negara. Salah satunya melalui penguatan hilirisasi perkebunan, yang dimaksudkan meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas perkebunan.
“Pemerintah terus berupaya membina dan mendorong pelaku usaha perkebunan agar memperkuat hulu hingga ke hilir. Hilirisasi yang dilakukan sampai saat ini telah mampu meningkatkan nilai ekspor pada sejumlah komoditas seperti kelapa sawit, kopi, kakao dan komoditas lainnya yang tumbuh menjadi 58,45 triliun Rupiah pada Juni 2023. Peningkatan daya saing melalui hilirisasi ini tentunya perlu didukung dengan strategi pemasaran yang tepat untuk menembus berbagai pasar. Untuk itu di moment Bunex 2023 ini, Kementerian Pertanian khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan FGD yang membahas tentang akselerasi pemanfaatan dana sarana prasarana bagi perkebunan kelapa sawit dan Rembug Pekebun Indonesia yang membahas tentang penguatan tata kelola perkebunan nasional. Berbagai pembahasan di Bunex 2023 ini demi penguatan hilirisasi perkebunan untuk ketahanan ekonomi global,” ujar Andi Nur Alam Syah Direktur Jenderal Perkebunan.
Pada kesempatan ini, Andi Nur mengatakan model pembiayaan BPDPKS merupakan model pembiayaan yang ideal, yang dapat ditularkan untuk komoditas perkebunan lainnya sehingga perlu dibentuk BPD untuk komoditas strategis selain kelapa sawit.
Lebih lanjut, Andi Nur menjelaskan, pola kemitraan inti plasma perlu dihidupkan kembali, dan pentingnya data sebagai dasar untuk membuat kebijakan yang tepat dan pengembangan komoditas harus berbasis ketertelusuran.
Menurut Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Ditjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan, pentingnya peran hilirisasi perkebunan terhadap peningkatan nilai ekspor. Kementerian Perindustrian sangat mendukung hilirisasi komoditas perkebunan. Kontribusi sektor industri agro sebesar 50,20% terhadap PDB industri non migas.
“Industri hasil perkebunan memiliki peran penting bagi sektor industri agro. Pada Tahun 2022, total ekspor sektor industri hasil perkebunan mencapai US$ 36,55 Milyar atau sekitar 568,9 Triliun Rupiah. Komoditas perkebunan mainstream Indonesia adalah kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri. Komoditas kelapa sawit dan turunannya merupakan produk ekspor utama Indonesia (menyumbang hampir 81,4% dari total ekspor industri hasil perkebunan), mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit. Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri,” ujar Merri (8/9/23).
Selain Merri, turut hadir beberapa narasumber lain dalam kegiatan FGD Bunex 2023 diantaranya Rofi Uddarojat Head Of Public Policy and Goverment Relation ByteDance, Hilmi Adrianto Head Of Public Policy and Goverment Relation Tokopedia, Fidzah Djafar Barista dan Profesional Chef Kopi Kalemago dan Kanaya Restaurant, Dini Astika Sari Kepala Pusat Peneliti Kopi dan Kakao Indonesia (KOPUSLITKOKA), Frans Marganda Tambunan Direktur Utama PT RNI(Persero)/ID FOOD.
Andi Nur berharap, dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan ruang dalam berinteraksi, bekerja sama dan berinovasi segenap stakeholder perkebunan di Indonesia guna mewujudkan keselarasan dalam kegiatan kewirausahaan di subsektor perkebunan yang inovatif, berdaya saing, dinamis dan terus berkembang, sehingga Indonesia mampu memperkuat menghadapi berbagai tantangan nasional maupun global serta dapat berkolaborasi mempererat kerjasama antara seluruh stakeholder bidang perkebunan demi memajukan dan memperkuat perkebunan Indonesia serta tentunya mensejahterakan pekebun Indonesia.
Posting Komentar