Jakarta,(18/10) - Dalam konteks Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Juni 2023, menekankan pentingnya stabilitas bangsa, keberlanjutan, dan sumber daya manusia berkualitas. Dalam upayanya memperbaiki produktivitas yang rendah dan masalah kesehatan yang serius di Indonesia, Presiden Widodo memandang kesehatan masyarakat sebagai prioritas utama.
"Kebijakan kesehatan, terutama dalam hal zat aditif, harus diberi prioritas. Dalam pembangunan jangka panjang, kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Dengan penekanan pada peningkatan pembangunan manusia sebagai prioritas, sektor kesehatan menjadi pilar utama untuk mencapai tujuan ini," ujar Roosita Meilani Dewi, Pusat Studi Centre of Human & Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis (CHED ITB) Ahmad Dahlan Jakarta dalam konferensi pers Dukungan terhadap RPP Kesehatan bertajuk "Kebijakan Kesehatan Dalam Kacamata Pembangunan Ekonomi" di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Menurut dia, Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah tingginya konsumsi rokok, terutama pada pria dewasa yang mencapai 67 persen. Data dari The Indonesian Family Life Survey ke-5 mencatat bahwa prevalensi merokok di Indonesia mencapai 58%, dengan mayoritas perokok adalah laki-laki. Selain itu, rata-rata perokok mengkonsumsi 12 batang rokok per hari, dan pengeluaran untuk merokok mencapai Rp56 ribu per minggu.
Pada kesempatan yang sama, Eva Susanti, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan, menyampaikan bahwa rokok merupakan faktor utama yang menghambat pertumbuhan kesehatan di Indonesia. Risiko kesehatan akibat merokok semakin meningkat, dan data menunjukkan bahwa 1 dari 4 anak mengalami stunting akibat paparan asap rokok.
Dalam paparannya, Hasbullah Thabrany, Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau, menekankan prinsip dasar pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Prinsip-prinsip ini melibatkan pencegahan terhadap dorongan merokok, pembatasan akses terhadap rokok, pelayanan terintegrasi dan perlindungan masyarakat dari bahaya rokok, edukasi massal, dan tanggung jawab bersama dalam pengendalian konsumsi rokok.
Sementara itu, Mukhaer Pakkana, Wakil Ketua Bidang Ekonomi Bisnis dan Industri Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyoroti korelasi antara kebijakan kesehatan dan pembangunan ekonomi. "Kesehatan adalah dasar produktivitas kerja dan kapasitas belajar di sekolah. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya tentang pertumbuhan pendapatan individu, tetapi juga manfaatnya bagi sosial dan lingkungan," ungkapnya.
Dalam konteks ini, dukungan terhadap RPP Kesehatan menjadi sangat penting. Dengan langkah-langkah konkret seperti peningkatan harga melalui cukai dan pajak rokok, pengendalian iklan, promosi, dan sponsor rokok, serta edukasi intensif pada masyarakat, Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Dalam visi menuju Indonesia Emas 2045, kebijakan kesehatan yang bijaksana dan berkelanjutan akan memainkan peran kunci dalam mencapai impian tersebut. "Dengan kolaborasi antara pemangku kebijakan, ahli kesehatan, dan masyarakat, Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan masa depan yang sehat dan sejahtera bagi semua warganya," tambahnya.
Posting Komentar