Jakarta - Sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial 12 Pelanggaran HAM (TPPHAM) yang berat masa lalu, serta pernyataan resmi pemerintah mengenai pengakuan terhadap 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, kalangan Purnawirawan TNI-Polri merasa kecewa dan menyatakan protes keras. Mereka menilai penetapan 12 pelanggaran HAM yang berat masa lalu oleh Komnas HAM dan pengakuan terhadapnya sebagai bentuk ketidakadilan terhadap warga negara.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999, pelaku pelanggaran HAM adalah "orang atau kelompok orang termasuk alat negara." Pelanggaran HAM akan dianggap berat apabila termasuk ke dalam kategori kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Namun, kalangan purnawirawan mempertanyakan kriteria dan kebijakan yang digunakan dalam penetapan 12 pelanggaran HAM berat ini.
Letnan Jenderal Purnawirawan Bambang Damono, Sekretariat Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, menyuarakan ketidakpuasan ini. Ia menegaskan bahwa kasus-kasus seperti pemberontakan PKI 1948, peristiwa Westerling pada 7 s.d 25 Desember 1946, dan kejadian lainnya hingga tahun 1965 juga seharusnya dianggap sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, menurutnya, pemerintah dan Komnas HAM hanya memfokuskan pada pelanggaran yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan negara.
"Komnas HAM telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak adil," kata Bambang kepada awak media di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Mereka merasa bahwa lembaga ini telah bersikap sepihak dengan menetapkan dan merekomendasikan 12 pelanggaran HAM berat tanpa memberikan kesempatan kepada lembaga lain, seperti Kejaksaan Agung, untuk melakukan penyidikan lanjutan. Oleh karena itu, mereka menyatakan bahwa rekomendasi 12 pelanggaran HAM yang berat ini masih bersifat klaim dan belum ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.
Protes ini juga ditujukan kepada pemerintah yang hanya mengandalkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan rekomendasi TPPHAM sebagai dasar pengakuan terhadap terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Para purnawirawan menyatakan bahwa pihak Kejaksaan Agung, sebagai lembaga yang berwenang melakukan penyidikan atas hasil penyelidikan Komnas HAM, tidak melakukan tindakan lanjut terhadap hasil tersebut. Hal ini, menurut mereka, adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah.
Sementara itu, Try Sutrisno, salah seorang purnawirawan, menegaskan bahwa mereka menolak pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan laporan dan rekomendasi TPPHAM. Mereka menuntut pemerintah dan Komnas HAM untuk melakukan penelitian ulang terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu secara transparan dan akuntabel. Mereka juga menekankan pentingnya perlakuan yang adil terhadap semua pihak yang menjadi korban pelanggaran HAM berat.
Pernyataan ini juga mengajukan waspada terhadap potensi bangkitnya PKI melalui pengungkapan kembali peristiwa 1965-1966. Para purnawirawan mendesak pemerintah untuk tidak terpengaruh oleh kelompok manapun dan untuk tetap menjunjung tinggi keadilan, sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
"Mereka berharap agar pemerintah menjalankan kewajibannya sebagai pemerintahan negara dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran," pungkasnya.
Posting Komentar